Sore itu, langit Bojonegoro cerah, secerah suasana di Rumah Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Sukorejo, Bojonegoro. Tampak, anak-anak panti sedang beraktivitas ada yang belajar, bersih-bersih, dengan keceriaan di raut wajah mereka.  Di rumah yang cukup nyaman ini, ternyata ada sosok yang berbeda dengan mayoritas penghuni asrama, berkulit putih dan bermata sipit, namanya Eum Byong Wook.

Maklum saja berbeda, Eum Byong Wook bukan orang asli Indonesia apalagi asli Bojonegoro, dia tak lain adalah seorang relawan dari Korea Selatan yang sengaja menyiapkan diri untuk mengabdi dan membantu orang lain terutama untuk anak-anak yatim di yayasan. Pria yang akrab dipanggil Mr Eum itu sedang mengajari anak-anak panti asuhan Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang.

Sejak kedatangannya di Bojonegoro, April 2013 lalu menjadi pengalaman tersendiri bagi ayah satu anak ini, keramahan dan kekeluargaan masyarakat Bojonegoro telah mengajarinya bagaimana kuatnya rasa sosial di negara yang mayoritas beragama Islam ini.

"Cara berfikir mereka (warga Bojonegoro) bagus, di Korea tidak seperti itu mereka cuek dan sibuk sekali dengan pekerjaannya," kata pria yang mendapat julukan "Untung" ini.

Keinginannya untuk membantu sesama sangat kuat, namun ia tidak bisa melakukannya di Korea karena tidak ada waktu dan sibuk bekerja sehingga ia memutuskan untuk melamar menjadi relawan di Indonesia dengan biaya sendiri. Keputusannya menjadi relawan, didukung oleh istri dan juga anaknya, namun keluarga besar yaitu orang tua dan mertua sangat menentang dengan alasan membutuhkan banyak biaya belum lagi untuk menghidupi anak dan istrinya selama ditinggalkan.

"Istri saya juga butuh uang dari saya, tapi saya bisa kasih dari pesangon perusahaan yang 15 kali lebih banyak dari gaji saya," terang pria 44 tahun ini.

Mr. Eum memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai "Team Manager Development and Research" di sebuah perusahaan minuman besar di Korea Selatan yaitu "Lotte Chilsung Doosan Liquor" yang sudah menaunginya selama 15 tahun untuk memenuhi keinginannya menjadi relawan dan menjadi "kuli".

Bahkan ia tidak risih ketika harus membersihkan kandang sapi setiap pagi dengan bau yang tidak enak. Siang harinya ia membantu pembangunan warung dan jalan paving. "Tidak ada libur, setiap hari bekerja keras jadi saya makan banyak karena capek," ungkap penyuka sambal ini sambil tersenyum.

Semester lalu, ia diminta untuk mengajar Bahasa Inggris, Korea dan Jepang di beberapa sekolah di Bojonegoro di antaranya SMP Muhammadiyah 9, SMP Muhammadiyah 2, SMPN 2, SMA Muhammadiyah 1 dan juga STIT Bojonegoro. Dia mengaku, awal datang ke Bojonegoro ia cukup kesulitan menyesuaikan dengan cuaca Bojonegoro yang panas, bahkan tangannya sempat gatal-gatal ketika membersihkan kotoran sapi. "Sekarang sudah biasa, sudah tidak bau dan gatal,"katanya.

Ia akan kembali ke negaranya 25 Januari 2014 nanti, karena harus merayakan Imlek bersama keluarga besarnya. Sebelum pulang ia menyampaikan pesan kepada masyarakat Bojonegoro untuk merubah beberapa kebiasaan buruk seperti membuang sampah sembarangan, terlambat setiap ada acara ataupun datang sekolah. Karena menurut Mr. Eum banyak warga yang membuang sampah sembarangan meski sudah disediakan tempat sampah. Berbeda dengan di Korea yang akan dikenakan denda.

"Ada lagi, terlambat. Semuanya setiap acara saya menunggu lama terus, tidak pernah tepat waktu dan yang terlambat itu biasa saja, tidak ada perasaan bersalah, itulah habbit yang harus dirubah agar lebih baik," imbuhnya.

Setiap harinya Mr. Eum bangun pukul 05.00 WIB dan langsung membersihkan kandang sapi. Setelah selesai ia bergegas membersihkan rumah yang ia tempati dan mandi. Usai sarapan ia pun menjadi "kuli" di warung Hatmi milik Abdul Wahid hingga sore hari. Meski harus bekerja keras namun ini merupakan pengalaman berharga dalam hidupnya.

"Setelah saya pulang ke Korea, akan kembali bekerja mengumpulkan uang dulu dan ingin menjadi relawan lagi," pungkasnya. [zhu/lis]

Sumber : BlokBojonegoro.com

0 komentar:

Posting Komentar